PR Agency Updates; 3 Tren Baru Jurnalisme Dan Dampaknya Pada PR
PR Agency Jakarta – Imogen PR. Di saat kondisi negeri sedang tidak baik-baik saja; pandemi COVID, bencana alam, dan suhu politik yang memanas. Setiap orang kini mengkonsumsi berita harian, baik itu dari media cetak (dari beberapa yang masih bertahan) ataupun media online. Apapun medianya, berita masih jadi konsumsi harian utama sebagian besar orang. Dengan kondisi seperti ini, lantas apakah membawa dampak baik pada industri jurnalisme? Sayangnya jawabannya yang keluar adalah belum tentu. Mengingat sudah banyak media cetak tumbang, dan media digital pun masih berusaha untuk menjalankan bisnis langganan daring. Sebagian besar malah masih mengandalkan iklan untuk operasional sehari-hari.
Kondisi ini membuat media harus berlomba-lomba mendulang pengunjung jika ingin hidup, pencarian Google pun diakali agar dapat mengundang lebih banyak pengunjung. Apa akibatnya? Judul-judul berita pancingan atau click bait bertebaran di seantero jagat internet. Celakanya lagi, kondisi ini seiring dengan menurunnya nilai jurnalisme di beberapa media. Akibatnya kepercayaan publik terhadap media terus merosot, akibatnya banyak media harus gulung tikar atau mengikat pinggang. Hal ini menjadi peringatan bagi PR Agency untuk memaksimalkan media yang ada.
Mau tidak mau, kondisi terbaru media seperti saat ini. Ada beberapa tren yang dilakukan sebagian besar media di dunia dan di Indonesia. Apa saja tren tersebut, berikut ini daftarnya yang sudah disimpulkan oleh PR Agency Imogen PR.
1. PR Agency Alert; Media Makin Tandus
PR Agency harus tahu bahwa tren media saat ini adalah mengurangi jurnalis di dalam tubuh media tersebut, kini redaksi media memiliki staf terbatas dan jurnalis juga mengemban tugas yang lebih berat. Maka dari itu para PR Agency harus menyiasati ini dengan cara memberikan cerita atau konten yang lebih banyak kepada media demi meringankan tugas mereka. Atau bisa perlu berikan tulisan byline agar dapat langsung diangkat. Jangan lupa PR Agency berikan file pendukung lengkap kepada mereka seperti foto dan video. Intinya PR Agency harus dapat memberikan cerita secara berkala sehingga jurnalis memiliki pasokan berita untuk diangkat.
2. Tantangan Dalam Relasi
Setelah kita mengalami pandemi Covid 19, pemerintah melarang kegiatan sosial dilakukan demi mencegah penyebaran virus. Ini membawa dampak bagi PR Agency dan media. Mengingat semua media besar berkantor di kota besar maka dari itu para konsultan PR tidak bisa dengan mudah bertandang ke kantor media atau mengadakan media gathering. Tantangan pun muncul, bagaimana menjaga relasi bila bertemu saja tidak bisa? Padahal PR Agency dan jurnalis adalah manusia yang butuh interaksi sosial untuk menjaga relasi. Satu-satunya cara menjaga relasi adalah berkomunikasi secara virtual dengan email atau meeting virtual.
3. Langganan Digital yang Semakin Marak
Di atas Imogen PR telah sedikit membahas soal tren langganan digital yang diterapkan beberapa media sebagai pemasukan mereka, sepintas tidak ada yang salah dengan penerapan ini. Toh dari zaman dahulu orang harus membeli majalah atau koran bila ingin mengkonsumsi media. Tapi menjadi salah bila kita gabungkan dengan era digital. Dengan bertebarannya layanan gratis di internet membuat berita berbayar jadi sesuatu yang aneh. Orang cenderung merasa berita berbayar adalah beban sehingga hanya sebagian kecil orang mau membayar langganan media untuk mengkonsumsi konten lebih lengkap.
Bagi PR Agency, ini jadi masalah karena langganan berbayar ini berpotensi membuat cerita jadi sulit menyebar sebab berita dengan konten berbayar memiliki cangkupan pembaca lebih sedikit. Ditambah lagi konten berbayar tidak dapat dibagikan melalui media sosial sehingga nilai bagikannya kecil. Bila tidak hati-hati maka ini akan mengurangi tingkat kesuksesan kampanye PR Agency.